Cerpen Oleh : Dheni Puji Rahayu
Aku sendirian di kamar aku istirahatkan tubuh ini ditempat tidur.Suasananya begitu sejuk. Sudah lama sekali tak menikmati suasana hotel asri ini. Bermalas-malasan di dalam kamar usai perjalanan Palembang-bandung-semarang-Jogjakarta memang menyenangkan. Masih ada hari untuk besok lagi di jogjakarta, selanjutnya nanti akan melanjutkan perjalanan ke Bali.
Aku sendirian di kamar aku istirahatkan tubuh ini ditempat tidur.Suasananya begitu sejuk. Sudah lama sekali tak menikmati suasana hotel asri ini. Bermalas-malasan di dalam kamar usai perjalanan Palembang-bandung-semarang-Jogjakarta memang menyenangkan. Masih ada hari untuk besok lagi di jogjakarta, selanjutnya nanti akan melanjutkan perjalanan ke Bali.
Mataku menerawang ke
langit-langit kamar. Bayangan masa-masa sulit itu tiba-tiba terlintas di pikiran
ini. Mencoba menenangkan pikiran tanpa mengingat kejadian yang pernah aku
alami. Sakit hati beberapa bulan yang lalu perlahan akan aku coba sembuhkan
sendiri. Harusnya diri-sendiri menjadi pejuang untuk menyelamatkan hati. Hati
yang sakit sebelumnya akan sembuh dengan sendiri dengan berjalannya waktu.
Banyak cerita yang tergores
beberapa tahun, banyak cerita. Banyak kisah-kisah pedih, dan harusnya kisah itu
jangan sampai terulang lagi, rasanya sudah bosan jika harus menyakiti hati ini.
Biarkan hati ini tenang sejenak. Mataku tertutup perlahan. Belum sempat
memasuki dunia mimpi, Tiba-tiba suara ramai-ramai gaduh dari arah luar hotel
memaksaku untuk beranjak dari tempatku dan melihat.
“Siapa yang ribut-ribut sih!”.
Pekik hati ini
“Menggangu orang
istirahat saja.” Sontakku sambil beranjak dari tempat tidur.
Aku keluar dari kamar
langsung menuju ke jendela. Bola mataku langsung kuarahkan kesumber suara. Terlihat
gerombolan orang seumuran denganku bermain bola di halaman hotel, ada sekitar 9
orang dengan 3 cewek dan 6 cowok, aku melihat dari atas, yang tadinya ingin
marah, melihat keceriaan mereka, aku jadi tersenyum sendiri melihat tingkah
polah mereka, tapi rasanya aku mengenali mereka. Seperti pernah ada kedekatan
dengan mereka.
“Dan sosok itu” Hati
ini bergumam. Pikiran ini langsung menyimpulkan berbagai pertanyaan yang ku
lihat samar-samar. Mataku yang minus 2,5 itu aku sama sekali tak bisa
melihat wajah-wajah mereka begitu jelas, apalagi jarak kami sangat jauh, aku berbalik
arah menuju tempat tidur, mencari tas yang di dalamnya kuletakkan kaca mataku,
ada beribu pertanyaan di hati ini yang memaksaku untuk segera menemukan
kacamataku. Sebuah gejolak hati yang harus aku tenangkan dan pastikan,
bahwasanya mata ini akan melihat secara jelas siapa yang yang ada diluar rumah.
Hati ini tiba-tiba bertanya, jantung ini berdebar kencang entah karna apa, apa
ini benar, ada berbagai macam pertanyaan muncul, mungkinkah gerombolan orang
yang bermain bola itu orang yang kukenal, orang yang dekat denganku.
Mataku memang tak melihatnya terlalu jelas,
tapi hati ini lantang dengan sigap kalo yang dilihatnya adalah hati yang pernah
menyentuhnya. Benarkah.. kotak kaca mata aku temukan, aku pegang erat, jantung
ini masih bertetak kencang dan semakin kencang.
Aku membuka kotak kaca mata perlahan dan kupakaikan dimataku, aku harus segera
memastikan siapa orang yang bermain diluar sana.
Pikiranku langsung
terbayang wajah seseorang yang pernah dekat, yang pernah aku sayang, yang
pernah membuat aku tertawa dengan keras. Apa mungkin dia? Yang ada di hati,
semoga dia bukan orang yang ada dipikiran, semoga. Aku berjalan perlahan, dan kembali
menuju ke jendela kamar hotel. Jantung ini terus berdegub kencang tak berirama,
jika memang salah akan ku maki-maki hati ini. Lalu ada yang bilang jika hati
tak pernah berbohong, aku rasa untuk saat ini hati ini sedang berbohong. Aku
harap itu benar. Iya hatiku sedang berbohong. Apapun itu akan kubuktikan dengan
melihatnya secara langsung.
Bola mata ini menatap
keseluruhan, pandangan yang jelas, nanar
mata yang tajam. Kumpulan pemuda yang bermain itu. “benar kan! Apa coba. Mereka?”
Hati ini berteriak kencang. Seolah dia membenarkan bahwa yang dilihat oleh mata
ini telah jadi kebenarannya. Tiba-tiba
kaki ini lemas, aku terduduk. Kenapa ada kenangan muncul saat kita ingin
melupakannya. Mungkin kamu baru bisa merasakan tulusnya cinta aku, setelah aku
mundur dan pergi jauh dari kehidupannya. masih tidak percaya dengan apa yang
kulihat ini. Pertanyaan hati ini perlahan terjawab.
0 komentar:
Posting Komentar